BANTUAN HUKUM
BAGI PEGAWAI YANG MENGHADAPI MASALAH HUKUM
Oleh : Turino Djunaidi
ABSTRAC
“ Salah satu masalah yang pasti akan dihadapi oleh
setiap orang di dalam dunia kerja adalah stres. Stres adalah kondisi ketegangan
yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Hal
ini harus diatasi, baik diatasi secara mandiri
oleh pegawai yang bersangkutan maupun melibatkan pihak lain, seperti
spesialis yang disediakan oleh Lembaga, Badan Usaha, atau Pemerintah. Stres
yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang
berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam lingkungan
pekerjaan maupun di lingkungan lainnya. Pegawai yang menderita stres baik
karena faktor lingkungan kerjanya atau faktor lainnya akan menghadapi berbagai gejala yang kurang positif yang pada
gilirannya akan mempengaruhi kinerja prestasi kerjanya.
Pembahasan ini
berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna yang tidak lepas
dari kekhilafan dan kesalahan. Untuk itu Lembaga atau Organisasi perlu memiliki
berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para anggotanya, yang merupakan
standar yang harus dipenuhi. Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk
mendorong para anggota lembaga atau organisasi memenuhi tuntutan berbagai
ketentuan tersebut. Pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang
berusaha memperbaiki dan membentuk,
pengetahuan, sikap, dan perilaku pegawai sehingga mereka secara penuh
kesadaran berusaha bekerja secara
kooperatif dengan pegawai lainya serta meningkatkan prestasi kerjanya.
Konseling pegawai diperlukan dalam konteks untuk
pemeliharaan hubungan yang serasi antara pimpinan dengan pegawai, dengan memberi bantuan dalam mengatasinya permasalahan yang dihadapi
pegawai yang punya masalah. Konseling diorientasikan agar pegawai mampu
menghadapi berbagai persoalan sehingga bisa hidup normal, menguntungkan
berbagai pihak, baik bagi pegawai sendiri, Lebaga atau organisasi, maupun bagi
masyarakat dan keluarganya.
Pegawai negeri sipil yang dijatuhi hukuman disiplin,
biasanya merasa takut dan atau tidak mengerti untuk mengajukan banding,
keberatan, atau sanggahan. Disamping keterbatasan pengetahuan tentang peraturan
itu sendiri, stress yang dialami membuat pegawai tersebut hanya bisa pasrah
menerima keputusan pimpinan atas hukuman yang dijatuhkan kepadanya, lebih
parahnya lagi bila Bagian Kepegawaian yang seharusnya membina dan member
penerangan justru mengintimidasi pegawai tersebut dengan ancaman bahwa
hukumannya akan menjadi tambah berat.
Melihat kenyataan diatas, pendampingan pegawai yang
melakukan pelanggaran disiplin perlu mendapatkan konseling dan pendampingan
agar pegawai yang bersangkutan tidak stress, dan mendapat keputusan yang
objective serta adil. Dengan pendapingan juga akan didapat keterangan yang
akurat mengenai latar belakang terjadinya pelanggaran tersebut, sehingga
pemeriksa dapat segera menyimpulkan dan memberi acuan kepada pejabat yang
berwenang menghukum tentang hukuman yang layak dijatuhkan kepadanya”
A.
PENDAHULUAN
Salah satu
masalah yang pasti akan dihadapi oleh setiap orang di dalam dunia kerja adalah stres. Stres adalah kondisi ketegangan yang
berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Hal ini harus
diatasi, baik diatasi secara mandiri
oleh pegawai yang bersangkutan maupun melibatkan pihak lain, seperti
spesialis yang disediakan oleh Lembaga, Badan Usaha, atau Pemerintah. Stres yang
tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang
berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam lingkungan
pekerjaan maupun di lingkungan lainnya. Pegawai yang menderita stres baik
karena faktor lingkungan kerjanya atau faktor lainnya akan menghadapi berbagai gejala yang kurang positif yang pada
gilirannya akan mempengaruhi kinerja prestasi kerjanya. Perilaku yang kurang
positif tersebut adalah seperti tegang,
cemas, gugup, gangguan pencernaan, tekanan darah yang meninggi dsb. Dan apabila
hal ini juga masih dibiarkan/ tidak segera disadari dan diatasi bisa mengarah
ke perilaku yang lebih jauh, seperti sikap tidak bersahabat, marah-marah,
merokok (berlebihan), susah tidur, sukar mengendalikan emosi, bersifat agresif.
Stres akan semakin kuat apabila seseorang menghadapi masalah secara terus
menerus (bertubi-tubi) bahkan
jika tetap dibiarkan, akibatnya bisa lebih jauh lagi seperti ke arah minum-minuman
keras, narkoba dan putus asa. Para ahli berpendapat bahwa stres dapat timbul sebagai
akibat tekanan atau ketegangan yang bersumber dari ketidakselarasan antara
seseorang dengan lingkungannya. Tidak
selaras antara sarana dengan kebutuhan, antara tuntutan tugas dengan kemampuan
seseorang, antara keinginan dengan kenyataan, antara tuntutan hidup dengan
kemampuan pemenuhan kebutuhan, dan sebagainya.
Sumber stres
bisa dibedakan antara yang bersumber dari permasalahan pekerjaan ataupun yang
sumbernya dari luar pekerjaan. Sumber stres dari dalam pekerjaan bisa berakeka
ragam, seperti beban tugas yang terlalu
berat, desakan waktu, iklim kerja yang
kurang kondusif, kurangnya informasi tentang prestasi kerja seseorang,
ketidakseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab, ketidakjelasan peranan pegawai
dalam keseluruhan pelaksanaan tugas, frustasi karena intervensi pihak lain yang
terlalu sering, konflik antara seseorang
dengan pegawai lain baik dalam maupun dari luar kelompok kerjanya, sering tidak
jelasnya perintah kerja dari atasan dengan selalu menimpakan kesalahan padanya
dan sebagainya.
Permasalahan dari
luar pekerjaan juga beraneka ragam, seperti
kehidpan keluarga yang kurang hamonis, perilaku negatif anak-anak,
permasalahan keuangan (seperti terlilit hutang, rendahnya kemampuan untuk
pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan keluarga dsb), pindah tempat tinggal
baru yang kurang sesuai, ada anggota keluarga yang meninggal, ada anggota keluarga
yang kecelakaan, sakit yang tak kunjung sehat, dan sebagainya.
Mengingat bahwa pegawai
yang stres bisa berdampak pd menurunnya prestasi kerja, maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan oleh pimpinan pada khususnya maupun bagi semua pegawai. Setiap pegawai harus
peduli dan mengenali kondisi psikis dan fisiknya masing-masing terkait dengan
kemungkinan terkena stress ini. Hal yang perlu diperhatikan tersebut adalah:
1. Kemampuan
mengatasi stres setiap individuidu berbeda. Ada yang yang memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
stres, ada yang tidak. Untuk itu tiap individu harus bisa mengenali dirinya
masing-masing, dan segera mencari upaya pemecahannya jika dirinya sadar terkena
stress.
2. Bahwa pada
tingkatan tertentu stres tersebut diperlukan. Kalangan ahli berpendapat bahwa
apabila tidak ada stres dalam pekerjaan, para pegawai tidak akan merasa
ditantang. Hal ini juga akan berdampak pada prestasi kerja yang rendah. Dengan
stres, pegawai merasa perlu mengerahkan segala kemampuannya untuk berprestasi
tinggi, sehingga mampu menyelesaiakan tugas yang berat secara baik. Situasi terakhir ini justru bisa
menghilangkan salah satu sumber stres.
3. Jelas bahwa
stres bisa berdampak positif maupun negatif bagi prestasi kerja para pegawai.
Stres pada tingkatan tertentu, justru memberi dorongan bagi seseorang karena
tertantang untuk mengatasi berbagai
kendala terkait dengan penyelesaian tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Sebaliknya, stres yang melampaui
batas-batas tertentu justru akan berakibat pada menurunnya prestasi kerja.
4.
HRD atau bagian
kepegawaian memiliki tanggung jawab terhadap stres yang dihadapi oleh para pegawai.
Terkait hal ini ada berbagai langkah yang dapat diambil oleh pihak HRD atau
bagian kepegawaian, yakni:
a. Merumuskan
kebijakan dalam membantu para pegawai yang menghadapi stres
b. Menyampaikan
kebijakan tersebut pada seluruh pegawai, sehingga mereka mengatahui kepada
siapa dapat meminta bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stress.
c. Melatih para
manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala-gejala stres
di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah-langkah atau kebijkan sebelum
stres tersebut berdampak negatif terhadap prestasi kerja para pegawainya/
bawahannya.
d. Melatih para pegawai
mengenali, mensikapi dan bahkan bisa menghilangkan sumber-sumber stress.
e. Terus membuka
jalur komunikasi dengan para pegawai sehingga mereka benar-benar diikutsertakan
untuk mengatasi stres yang dihadapinya.
f.
Memantau terus
kegiatan para pegawai, sehingga kondisi yang dapat jadi sumber stres dapat
diidentifikasi, disikapi bahkan dihilangkan secara dini.
g. Menyempurnakan
rancang bangun dan tata ruang kerja sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari kondisi kerja dpt
dihindarkan.
h.
Menyediakan jasa
bantuan bagi pegawai apabila ia sempat
menghadapi stres
B.
KONSELING PEGAWAI
Konseling pegawai
adalah sebuah unit atau lembaga yang dapat disediakan untuk memberikan jasa
bantuan tehadap pegawai yang memiliki permasalahan. Jadi yang menjadi
dasar pemikiran yang melandasi pemberian
konseling adalah adanya berbagai masalah yang dihadapi oleh para pegawai yang
dpt menurunkan prestasi kerja, termasuk stres. Bahkan juga dalam kerangka
memberikan bantuan agar pegawai mampu
melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan dalam menghadapi
kenyataan hidup.
Konseling pegawai
diperlukan dalam konteks untuk pemeliharaan hubungan yang serasi antara pimpinan
dengan pegawai, dengan memberi
bantuan dalam mengatasinya permasalahan
yang dihadapi pegawai yang punya masalah. Konseling diorientasikan agar pegawai
mampu menghadapi berbagai persoalan sehingga bisa hidup normal, menguntungkan
berbagai pihak, baik bagi pegawai sendiri, Lebaga atau organisasi, maupun bagi masyarakat
dan keluarganya.
Konseling yg efektif adalah
kegiatan yang :
a.
Melibatkan
paling sedikti dua pihak, pegawai dan konselor
b.
Berupa
komunikasi dua arah yg terbuka
c.
Membantu pegawai
menghadapi dan menyelesaikan masalah
d.
Meningkatkan
kemampuan Lembaga atau organisasi dalam
mencapai sasaannya
e.
Memperlakukan
pegawai dengan cara yangg lebih manusiawi
f.
Mengatasi permasalahan
pribadi dan pekerjaan
g.
Bersifat
konfidensial
h.
Ditangani oleh tenaga
ahli yg profesional, baik yg ada di dalam Lembagatau organisasi, mapun yang di
datangkan secara khusus dari luar
Dengan demikian, kegiatan
konseling setidaknya memiliki 6 fungsi :
1.
Pemberian
nasihat kepada pegawai, agar mereka menempuh cara yg efektif untuk menghadapi
dan mengatasi berbagai permasalahan
2.
Fungsi
penguatan, yakni mendorong pegawai melanjutkan usahanya mengatasi sendiri
berbagai masalah yang dipandang sudah pada jalur yang benar
3. Konseling harus
mampu berperan sebagai wahana komunikasi dua arah yg efektif, melalui
manajemen memahami permasalahan pegawai,
dan ia mampu pahami tuntutan tugas dan harapan Lembaga atau Organisasi
4.
Pemberian
kesempatan bagi pegawai untuk menyampaikan berbagai keluhannya kepada seseorang
yang mampu berperilaku secara obyektif
dan tanpa sikap apriori
5.
Menumbuhkan cara
berpikir yg rasional dan jernih dalam menghadapi permasalahan di kalangan para
pegawai
6.
Melakukan
reorientasi yg tepat, sehingga pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri
lebih proporsional dan tidak egosentris
C.
DISIPLIN PEGAWAI
Pembahasan ini berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang
sempurna yang tidak lepas dari kekhilafan dan kesalahan. Untuk itu Lembaga atau
Organisasi perlu memiliki berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para
anggotanya, yang merupakan standar yang harus dipenuhi. Disiplin merupakan
tindakan manajemen untuk mendorong para anggota lembaga atau organisasi
memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Pendisiplinan pegawai adalah
suatu bentuk pelatihan yang berusaha
memperbaiki dan membentuk, pengetahuan, sikap, dan perilaku pegawai
sehingga mereka secara penuh kesadaran
berusaha bekerja secara kooperatif dengan pegawai lainya serta meningkatkan
prestasi kerjanya.
1.
Pendisiplinan preventif
Pendisiplinan
preventif adalah tindakan yg mendorong para pegawai untuk taat pada berbagai
ketentuan yg berlaku dan memenuhi
standar yang telah ditetapkan.
Hal ini perlu kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan perilaku yang
diinginkan dari setiap pegawai. Pendisiplinan preventif usaha pencegahan jangan
sampai para pegawai berperilaku tidak sesuai yang diinginkan, apalagi
perilaku yg negatif. Penerapan pendisiplinan preventif diorientasikan pada disiplin individu para
pegawai. Hal ini akan berhasil, dan kokoh menjadi pegangan tiap pegawai,
setidaknya ada 3 hal yg perlu mendapat perhatian bagi pimpinan, yaitu:
a)
Para pegawai
perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki terhadap Lembaga atau Oragnisasi.
Karena tidak mungkin seseorang akan merusak barangnya sendiri. Perlu ditekankan
bahwa keberadaan mereka tidak sekedar
kerja, tetapi mereka adalah anggota sebuah keluarga besar.
b)
Para pegawai
perlu diberi penjelasan tentang berbagai
ketentuan yg wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Hal tersebut
disertai dengan informasi lengkap mengenai berbagai latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif tersebut
c)
Para pegawai di
dorong menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri, tetap dalam koridor pada ketentuan-ketentuan
yang berlaku umum bagi seluruh pegawai
2.
Pendisiplinan korektif
Pendisiplinan
korektif yakni pendisiplinan kepada pegawai
yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang
berlaku, atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan kepadanya. Untuk itu
perlu diterapkan sangsi indisipliner. Pengenaan sangsi tersebut sesuai dengan
bobot pelanggaran. Sangsi diberikan
biasanya sacara hierarki, artinya
pengenaan sangsi diprakarsai atasan langsung pegawai yang bersangkutan,
diteruskan ke pimpinan lebih tinggi. Keputusan sangsi diambil oleh pejabat yang berwenang.
Pendisiplinan korektif
hendaknya dilakukan secara bertahap, yakni melalui berbagai langkah
pendisiplinan mulai yang paling ringan hingga yang berat, misalnya melalui
tahap: peringatan lisan, pernyataan tertulis, penundaan kenaikan gaji berkala,
penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian sementara, pemberhetian
atas permintaan sendiri, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan
pemberhentian tidak dengan hormat.
Dalam upaya meningkatkan kedisiplinan Pegawai Negeri
Sipil tersebut sebenarnya pemerintah Indonesia telah memberikan suatu regulasi
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.Pegawai Negeri Sipil sebagai aparat pemerintah dan abdi masyarakat
diharapkan selalu siap sedia menjalankan tugas yang telah menjadi tanggung
jawabnya dengan baik, namun realitanya sering terjadi dalam suatu instansi
pemerintah, para pegawainya melakukan pelanggaran yang menimbulkan
ketidakefektifan kinerja pegawai yang bersangkutan.
Peraturan disiplin pegawai negeri sipil adalah
peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila
kewajiban-kewajiban tidak ditaati atau dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Dengan maksud untuk mendidik dan membina pegawai negeri sipil, bagi mereka
yang melakukan pelanggaran atas kewajiban dan larangan dikenakan sanksi berupa
hukuman disiplin.
Pengertian
disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang sesungguhnya
tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahas alatin “Disciplina” yang berarti
latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat.
jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap
pekerjaan[1].
Di dalam
buku Wawasan Kerja Aparatur Negara disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
disiplin adalah :
“Sikap mental yang
tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat
berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan
Pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku dalam masyarakat”.[2]
Sedangkan menurut Sutopo Yuwono di
dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Produksi, diungkapkan bahwa :
“Disiplin adalah sikap
kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk
mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan.[3]
Secara singkat
peraturan mengenai disiplin pegawai negeri sipil (PP 53 Tahun 2010) dapat
diuraikan sebagai berikut :
Disiplin PNS
adalah : kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang
apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin (Bab I Pasal 1 Ayat 1)
Pelanggaran
disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati
kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang
dilakukan didalam maupun diluar jam kerja (Bab I Pasal 1 Ayat 3)
Ketentuan Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi
Calon PNS (Bab 1 Pasal 2)
KEWAJIBAN PNS (Bab II Pasal 3, ayat 5,9,11,12 &14) ;
-
Melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab
-
Bekerja
dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara
-
Masuk
kerja dan menaati ketentuan jam kerja
-
Mencapai
sasaran kerja pegawai yang ditetapkan
-
Memberikan
pelayanan sebaik-baiknya Kepada masyarakat (5
dari 17 kewajiban PNS)
LARANGAN PNS (Bab II Pasal 4, ayat 10 & 11):
-
Melakukan
suatu tindakan atau tidak melakukan
suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang
dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani
-
Menghalangi
berjalannya tugas kedinasan
PNS yang tidak
menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan/ atau Pasal 4 dijatuhi
hukuman disiplin
Tingkat dan
jenis hukuman disiplin
-
Hukuman
disiplin ringan
-
Hukuman
disiplin sedang
-
Hukuman
disiplin berat (Bab III, Pasal 5,7,8,9 &10)
Masuk kerja dan
menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka 11 berupa
:
a.
Teguran
lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 hari
b.
Teguran
tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6-10 hari
c.
Teguran
lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11-15 hari
d.
Masuk
kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 angka
11 berupa :
-
Penundaan
kenaikan gaji berkala selama 1 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa
alasan yang sah selama 16-20 hari kerja
-
Penundaan
kenaikan pangkat selama 1 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah selama 21-25 hari kerja
-
Penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja
tanpa alasan yang sah selama 26-30 hari kerja
e.
Masuk
kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 angka
11 berupa :
-
Penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja
tanpa alasan yang sah selama 31-35 hari kerja
-
Pemindahan
dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduki
jabatan struktural/fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang
sah selama 36-40 hari kerja
-
Pembebasan
dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural/fungsional tertentu
yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41-45 hari kerja
-
Pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan
hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama
46 hari kerja atau lebih[4]
Dari uraian
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa PP 53 Tahun 2010 adalah hukum atau aturan
yang diberlakukan bagi seluruh PNS.
Sebelum membahas
lebih lanjut, ada baiknya kita membahas dulu tentang pengertian hukum,
kedudukan PNS di mata hukum dan hak-hak PNS jika berhadapan dengan hukum.
Dari berbagai
pakar hukum, hukum dapat didefinisikan sebagai berikut :
“HUKUM ADALAH TATA NILAI
YANG DISEPAKATI MENJADI SUATU STANDAR PERILAKU YANG WAJIB DIIKUTI, BERSIFAT
MEMAKSA, DAN MEMBERIKAN SANGSI BAGI ORANG YANG MELANGGARNYA.”
Di dalam UUD
1945 telah tersurat bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum dan
setiap warga Negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama dimata hukum.
“Setiap warga
negara sama kedudukannya dalam hukum, dan pemerintahan serta wajib menjunjung
hukum dan pemerintah tersebut tanpa terkecuali.[5]”
Setiap warga
negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum tanpa terkecuali yang
meliputi hak untuk dibela (acces to legal counsel), diperlakukan sama di
depan hukum (equality before the law), keadilan untuk semua (justice
for all).
D.
PENDAMPINGAN PEGAWAI YANG BERMASALAH DENGAN HUKUM
Dasar hukum
bantuan hukum bagi pegawai yang bermasalah dengan hukum, termasuk peraturan
tentang disiplin pegawai (PP 53 Tahun 2010)
1.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
-
Pasal 27 ayat
(1), “Setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum, dan pemerintahan
serta wajib menjunjung hukum dan pemerintah tersebut tanpa terkecuali.”
2.
Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
-
Pasal 4 : “Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hari
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut……..”
3.
Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
-
Pasal 22 ayat
(1) : “Adokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari
keadilan yang tidak mampu.”
4.
Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981)
-
Pasal 54 : “Guna
kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
dari seseorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap
tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang
ini.”
-
Pasal 55 : “Untuk
mendapatkan penasehat hukum tersebut dalam pasal 54, tersangka atau terdakwa
berhak memilih sendiri penasehat hukum .”
-
Pasal 56 ayat 1
: “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun
atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima
tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang
bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib
menunjuk penasehat hukum bagi mereka.”
5.
Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
-
Pasal 56 : (1)
Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. (2)
Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.
-
Pasal 57 : (1)
Pada setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum kepada pencari
keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum. (2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diberikan secara cuma-cuma pada semua tingkat peradilan sampai
putusan terhadap perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (3)
Bantuan hukum dan pos bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
Jika melihat
ketentuan-ketentuan diatas, sudah menjadi hal yang lumrah bila seorang PNS
mendapat pendapingan bila berhadapan dengan hukum baik hukum pidana, perdata
atau hukum lainnya dimana undang-undang telah mengaturnya. Akan tetapi untuk
PNS yang bermasalah dengan hukum yang diatur oleh PP 53 Tahun 2010 tentang
disiplin pegawai, sering kali pegawai yang di sangka atau dijatuhi hukuman
disiplin tidak mendapatkan konseling dan pendapingan. Pegawai yang disangka
melakukan pelanggran disiplin diperiksa dan diadili tanpa pendamping sehingga
pegawai tersebut cenderung merasa takut dan tidak mengerti hak-haknya menurut
peraturan yang berlaku.
Pegawai negeri
sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, biasanya merasa takut dan atau tidak
mengerti untuk mengajukan banding, keberatan, atau sanggahan. Disamping
keterbatasan pengetahuan tentang peraturan itu sendiri, stress yang dialami
membuat pegawai tersebut hanya bisa pasrah menerima keputusan pimpinan atas
hukuman yang dijatuhkan kepadanya, lebih parahnya lagi bila Bagian Kepegawaian
yang seharusnya membina dan member penerangan justru mengintimidasi pegawai
tersebut dengan ancaman bahwa hukumannya akan menjadi tambah berat.
Melihat
kenyataan diatas, pendampingan pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin
perlu mendapatkan konseling dan pendampingan agar pegawai yang bersangkutan
tidak stress, dan mendapat keputusan yang objective serta adil. Dengan
pendapingan juga akan didapat keterangan yang akurat mengenai latar belakang
terjadinya pelanggaran tersebut, sehingga pemeriksa dapat segera menyimpulkan
dan memberi acuan kepada pejabat yang berwenang menghukum tentang hukuman yang
layak dijatuhkan kepadanya.
Tugas pendamping
pegawai dalam mendampingi pegawai yang menghadapi permasalahan hukum antara
lain :
1.
Pemberian bantuan diberikan dalam ruang lingkup permasalahan hukum yang
dialami oleh orang yang membutuhkan bantuan karena keterlibatannya dalam
masalah hukum sedangkan orang tersebut kurang mengerti hukum atau kurang
mengetahui hukum.
2.
Tindakan yang dilakukan oleh pemberi bantuan hukum berupa
pembelaan-pembelaan yang dapat dilakukan sebagai pembela/ penasehat hukum.
3.
Memberikan nasehat, pertimbangan, pengertian dan pengetahuan hukum
kepada pegawai yang membutuhkan bantuan hukum terhadap permasalahan-permasalahan
hukum yang sedang dihadapi.
Unit Atau
Lembaga Konseling dan Pendampingan pegawai ini seyogyanya berisikan orang-orang
yang mempunyai kompetensi di bidangnya dan tidak berada dalam satu garis
komando ( di luar struktur organiosasi ). Hal ini untuk menjamin kenetralan,
kerahasian konseling dan kebebasan dalam memberikan bantuan hukum, pandangan
tentang masalah yang terjadi baik kepada Pimpinan maupun pegawai yang sedang
mengalami permaslahan. Di samping itu unit atau lembaga koseling dan bantuan
hokum tersebut harus pula mempunyai kewenangan dan paying hokum dalam melakukan
tugas-tugasnya. Unit Korpri adalah salah satu wadah yang dapat dioptimalkan
fungsinya dengan melakukan kegiatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
I.G. Wursanto, Managemen Kepegawaian, Kanisius,
Yogyakarta, 1989.
Wawasan Kerja Aparatur Negara, BP-7 Pusat, jakarta, 1993
Murlita Wirsata, Dasar –
Dasar Produksi, Karunika, Jakarta, 1988
Peraturan
Perundang-undangan
UUD 1945
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 tentang Advokat
Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981)
Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
PP 53 Tahun 2010 Tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil